Government

Sengketa Lahan Pelanjau Jaya Ketapang: Konflik 14 Tahun, Perusahaan Dituding Serobot Lahan Warga

Audiensi Pemprov Kalbar bahas sengketa lahan warga Pelanjau Jaya dengan PT Budidaya Agro Lestari dan PT Minamas. Kesepakatan status quo & overlay jadi harapan baru di tengah dugaan penyerobotan dan kriminalisasi warga.

Sengketa Lahan Pelanjau Jaya Ketapang: Konflik 14 Tahun, Perusahaan Dituding Serobot Lahan Warga

PONTIANAK — Konflik lahan yang berlarut-larut antara warga Desa Pelanjau Jaya, Kecamatan Marau, Kabupaten Ketapang, dengan dua perusahaan perkebunan raksasa, PT Budidaya Agro Lestari dan PT Minamas, kembali menjadi sorotan publik. Perseteruan yang telah bergulir sejak tahun 2010 ini akhirnya kembali dibahas dalam sebuah audiensi penting yang difasilitasi oleh Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat di Kantor Gubernur Kalbar, pada Selasa (20/5/2025) lalu.

Pertemuan yang berlangsung di Ruang Rapat Arwana tersebut dihadiri oleh perwakilan dari berbagai pihak yang berkepentingan. Selain kuasa hukum warga, Rusliyadi, S.H., hadir pula perwakilan dari kedua perusahaan perkebunan, Kepala Kanwil ATR/BPN, perwakilan Komnas HAM, Dinas Perkebunan, Dinas Lingkungan Hidup, Satpol PP, Pemerintah Kota Pontianak, serta perwakilan langsung dari masyarakat Desa Pelanjau Jaya. Kehadiran berbagai lembaga ini menunjukkan kompleksitas dan urgensi penyelesaian masalah ini.

Kesepakatan Status Quo dan Harapan Pemetaan Ulang

Dalam audiensi tersebut, semua pihak mencapai kesepakatan penting: lahan yang disengketakan akan ditetapkan dalam status quo. Ini berarti tidak ada aktivitas baru yang boleh dilakukan oleh kedua belah pihak di area tersebut, menunggu proses penyelesaian lebih lanjut. Kesepahaman ini sejatinya telah dicapai sebelumnya dalam pertemuan di Kecamatan Marau, namun kembali ditegaskan di tingkat provinsi.

Selain itu, disepakati pula akan dilakukan overlay atau pemetaan ulang dengan mengambil titik koordinat lahan yang diklaim warga. Langkah ini bertujuan untuk memastikan batas-batas kepemilikan secara objektif dan adil, sekaligus memberikan dasar hukum yang kuat untuk penyelesaian sengketa ini. Pemerintah Provinsi Kalbar pun menyetujui pelaksanaan overlay ini, khususnya untuk memverifikasi lahan yang diklaim warga berada di luar Hak Guna Usaha (HGU) PT Budidaya Agro Lestari.

Tudingan Penyerobotan dan Kriminalisasi Warga

Rusliyadi, kuasa hukum warga, menyatakan bahwa hingga kini belum ada penyelesaian menyeluruh atas konflik lahan yang telah menghantui warga selama lebih dari satu dekade ini. Ia secara terang-terangan menuding perusahaan telah mengambil alih lahan warga secara sepihak, bahkan banyak yang di luar area HGU resmi perusahaan.

"Sebagian besar lahan warga diambil di luar wilayah HGU perusahaan. Bahkan, beberapa warga dikriminalisasi hanya karena mempertahankan tanah mereka sendiri," ungkap Rusliyadi. Pernyataan ini menggarisbawahi dugaan kuat adanya tindakan intimidasi dan pelanggaran hukum terhadap warga yang berjuang mempertahankan hak-hak agraria mereka. Tercatat, sekitar 2.200 hektare lahan yang digarap PT Budidaya Agro Lestari belum memiliki izin HGU, padahal warga mengklaim lahan tersebut adalah milik mereka secara turun-temurun.

Warga Desa Pelanjau Jaya, kata Rusliyadi, terus berjuang untuk mendapatkan kembali hak atas tanah mereka, meskipun harus menghadapi intimidasi, tekanan, bahkan penahanan. Ia berharap, dengan adanya kesepakatan status quo dan rencana pemetaan ulang, konflik lahan yang telah berlangsung lama ini dapat segera diselesaikan secara adil dan berpihak kepada masyarakat.

Evaluasi Investasi dan Kepatuhan Regulasi

Menanggapi sengketa ini, Dr. Herman Hofi Munawar selaku Penasihat Hukum Pemprov Kalbar memberikan pernyataan tegas mengenai perlunya evaluasi menyeluruh terhadap investasi yang masuk ke wilayah Kalimantan Barat. Dr. Herman sangat mengapresiasi keberanian dan semangat warga Ketapang dalam memperjuangkan hak mereka, menilai ini sebagai bentuk partisipasi aktif dalam sistem demokrasi yang harus dihargai.

"Kita sangat terbuka terhadap investasi. Namun investasi yang masuk ke Kalbar harus benar-benar membawa manfaat nyata bagi masyarakat lokal," ujar Herman. Ia menegaskan bahwa investasi tidak boleh hanya mengejar keuntungan semata tanpa memperhatikan dampak terhadap lingkungan dan kesejahteraan warga sekitar.

Dr. Herman juga menyoroti pentingnya kepatuhan perusahaan terhadap regulasi yang berlaku. Aspek legalitas seperti Hak Guna Usaha (HGU), pola kemitraan plasma, dan pembinaan lingkungan harus menjadi prioritas utama sebelum perusahaan menjalankan operasional. Ia secara khusus mengkritik adanya dugaan praktik replanting (penanaman ulang) oleh perusahaan yang belum mengantongi HGU resmi, yang menurutnya merupakan pelanggaran serius terhadap hukum agraria.

"Proses penerbitan HGU tidak bisa dilakukan sembarangan. Ada prosedur yang melibatkan banyak pihak, mulai dari panitia A dan B hingga pemerintah desa. Jika seluruh tahapan dilalui dengan benar dan transparan, seharusnya konflik lahan seperti ini bisa dihindari," tegasnya.

Terakhir, Herman mengingatkan pentingnya peran aktif pemerintah kabupaten dalam melakukan pengawasan. Ia mendesak agar pemerintah daerah tidak pasif, melainkan turut mengawal agar perusahaan beroperasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Instansi seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN) serta dinas-dinas teknis terkait juga diminta untuk lebih terbuka dan responsif terhadap persoalan-persoalan agraria yang muncul. Menurutnya, keterbukaan informasi dan koordinasi antarlembaga menjadi kunci utama dalam mencegah konflik horizontal di tengah masyarakat. "Jangan sampai masyarakat merasa ditinggalkan atau kalah dalam menghadapi korporasi besar. Negara harus hadir untuk menjamin keadilan," pungkasnya.

M. Hasanuddin
M. Hasanuddin

Hadin adalah reporter berpengalaman di berita hukum dan politik.

Loading...
Read another articles ...