Law

Mak Ani Disangka Serobot Tanah, Herman Hofi: Ini Murni Sengketa Perdata

Anisah alias Mak Ani, warga Pontianak, diperiksa Polda Kalbar atas sengketa tanah 1 hektare. Kuasa hukum, Dr. Herman Hofi, tegas menyebut kasus ini murni perdata dan menduga adanya pemalsuan warkah tanah.

Mak Ani Disangka Serobot Tanah, Herman Hofi: Ini Murni Sengketa Perdata

PONTIANAK — Anisah alias Mak Ani, warga Pontianak Tenggara, Kalimantan Barat, mendatangi Subdit II Krimum Polda Kalbar didampingi tim kuasa hukumnya dari LBH Herman Hofi Law, Jumat, 17 Oktober 2025 untuk memenuhi panggilan penyidik sebagai saksi.

Ia mengklaim sebagai pemilik sah sebidang tanah seluas kurang lebih sekitar 1 hektare atau berukuran 360 x 45 meter, yang terletak di Jalan Perdana Mandiri Ujung, Gang Perdana Mandiri, Pontianak Tenggara.

Tanah tersebut kini tengah disengketakan setelah muncul klaim kepemilikan dari seorang berinisial YLC, yang melaporkan Anisah ke polisi dengan tuduhan penyerobotan tanah sebagaimana diatur dalam Pasal 263 KUHP Jo Pasal 385 KUHP.

Dengan suara bergetar, Anisah alias mak Ani mengungkapkan keluhannya di hadapan wartawan usai menjalani pemeriksaan. Ia mengaku kecewa dengan proses hukum yang dirasakannya tidak berpihak kepada masyarakat kecil.

“Saya ini pemilik tanah. Saya minta keadilan sama polisi. Tapi keadilan untuk masyarakat tidak mampu itu tidak ada. Yang punya uang yang bisa dapat keadilan,” ujar Anisah.

“Jangan saya diperlakukan seperti anak kecil. Saya buta hukum, tapi saya tahu saya tidak salah. Saya sudah 20 tahun mengelola tanah ini, sejak dari orang tua saya. Waktu masih hutan tidak ada yang mengaku, setelah kami bangun pondok dan tanami, baru muncul orang yang mengaku-ngaku,” tambahnya.

Menurut Anisah, selama puluhan tahun lahan tersebut telah dikuasai dan dikelola secara turun-temurun oleh keluarganya. Ia mempertanyakan keabsahan sertifikat yang tiba-tiba muncul tanpa ada proses pengukuran dan saksi batas yang jelas.

Kuasa hukum Anisah, Dr. Herman Hofi Munawar, menilai laporan terhadap kliennya keliru dan tidak memiliki dasar hukum pidana. Ia menegaskan bahwa perkara ini lebih tepat diproses melalui jalur perdata.

“Dalam Pasal 263 KUHP Jo Pasal 385 KUHP tentang penyerobotan tanah, sama sekali tidak ada unsur yang terpenuhi. Ini murni sengketa perdata, bukan pidana. Penyidik tentu paham unsur subjektif dan objektifnya,” ujarnya.

Dr. Herman Hofi menjelaskan, tanah tersebut telah dikuasai keluarga Anisah selama lebih dari 30 tahun. Orang tua Anisah merupakan pemilik awal lahan yang kemudian menyerahkan hak pengelolaan kepada Anisah melalui proses internal keluarga.

Surat kepemilikan lama masih disimpan, meski belum berbentuk sertifikat resmi.

“Sebelum ada jalan pun, keluarga Bu Anisah sudah tinggal dan bercocok tanam di situ. Tiba-tiba muncul sertifikat atas nama orang lain. Kami curiga ada warkah atau dokumen yang dipalsukan dan disusupkan dalam proses administrasi pertanahan,” kata Dr. Herman Hofi.

Ia menambahkan, pihaknya mendorong penyidik untuk cermat dalam membedakan persoalan perdata dan pidana.

Menurutnya, laporan Pasal 385 terhadap Anisah justru berpotensi menjadi bentuk kriminalisasi terhadap warga yang lemah secara ekonomi dan hukum.

Sengketa tanah ini baru mencuat setelah pembangunan pondok dan aktivitas bercocok tanam dilakukan di lahan tersebut. Sebelumnya, tidak pernah ada pihak yang mengklaim atau menentang kepemilikan keluarga Anisah.

“Kalau memang mereka pemilik sah, kenapa tidak muncul sejak awal? Kenapa menunggu lahan itu kami kelola baru muncul klaim?” ujar Anisah dengan nada kesal.

Kuasa hukum berencana mengajukan langkah hukum lanjutan untuk memastikan hak kepemilikan Anisah terlindungi. Mereka juga akan meminta klarifikasi terhadap dokumen sertifikat yang diduga bermasalah.

“Saya mohon keadilan yang sebenar-benarnya. Jangan saya dipermainkan. Ini tanah keluarga saya,” tutupnya Anisah

M. Hasanuddin
M. Hasanuddin

Jurnalis

Loading...
Read another articles ...