Government

Krisis Solar Bersubsidi Kalbar: Bukti Kegagalan Manajemen Pertamina dan Dampaknya pada Rakyat Kecil

Kelangkaan solar bersubsidi bertahun-tahun di Kalimantan Barat adalah cerminan kegagalan Pertamina Kalbar dalam manajemen dan pengawasan, memukul mundur sektor transportasi, pertanian, perikanan, dan kehidupan masyarakat.

Krisis Solar Bersubsidi Kalbar: Bukti Kegagalan Manajemen Pertamina dan Dampaknya pada Rakyat Kecil

Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik Kalimantan Barat, Dr. Herman Hofi Munawar, kembali menyuarakan keprihatinannya atas persoalan krusial distribusi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi jenis solar di wilayah Kalbar. Ia menegaskan bahwa kelangkaan solar bersubsidi yang terus terjadi selama bertahun-tahun bukan sekadar masalah teknis, melainkan bukti nyata kegagalan manajemen dan lemahnya pengawasan dari pihak Pertamina Kalbar. Fenomena ini, menurut Dr. Herman, telah menjadi "borok" yang tak kunjung sembuh dan terus menggerogoti stabilitas ekonomi serta kehidupan masyarakat.

"Kelangkaan solar subsidi ini bukan hanya berdampak pada sektor transportasi dan distribusi barang, tapi juga menyentuh langsung kehidupan masyarakat kecil, dari nelayan, petani, hingga sopir angkutan umum. Antrean panjang truk di SPBU setiap hari sudah sangat mengganggu pengguna jalan dan aktivitas ekonomi," ungkap Dr. Herman dengan nada prihatin kepada awak media pada Rabu, 21 Mei 2025.

Antrean Panjang dan Dampak Domino Ekonomi

Pemandangan antrean panjang kendaraan roda empat, khususnya truk-truk pengangkut logistik dan komoditas, di setiap Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) di Kalbar telah menjadi hal yang lumrah. Antrean ini bukan hanya menghabiskan waktu dan tenaga, tetapi juga menciptakan dampak domino pada rantai pasok dan harga barang. Ketika distribusi terhambat karena sulitnya mendapatkan solar, biaya operasional otomatis meningkat. Kenaikan biaya ini pada akhirnya akan dibebankan kepada konsumen, memperparah beban hidup masyarakat, terutama di tengah inflasi yang tak menentu.

Lebih jauh, sektor pertanian dan perikanan yang sangat bergantung pada solar bersubsidi untuk operasional mesin pertanian dan kapal nelayan juga terpukul parah. Petani kesulitan mengolah lahan, sementara nelayan terpaksa mengurangi frekuensi melaut, yang berdampak langsung pada pasokan pangan dan pendapatan mereka. Ironisnya, solar subsidi yang seharusnya menjadi penopang sektor-sektor vital ini justru sulit dijangkau oleh target sasarannya.

Dugaan Penyelewengan dan Kebutuhan Pengawasan Tegas

Dr. Herman menyoroti bahwa solar subsidi merupakan komoditas strategis yang diperuntukkan bagi kelompok-kelompok tertentu yang membutuhkan dukungan pemerintah. Namun, realitas di lapangan menunjukkan ketidaktepatan sasaran distribusi. Indikasi kuat adanya praktik penyelewengan dan penyalahgunaan solar bersubsidi mencuat ke permukaan. Ada dugaan kuat bahwa oknum-oknum tertentu yang bekerja sama dengan pemegang kebijakan memainkan peran dalam mengalihkan solar subsidi dari jalur yang seharusnya.

"Pemerintah, melalui Pertamina, harus segera melakukan evaluasi menyeluruh dan mengambil langkah tegas. Ini bukan lagi sekadar masalah teknis, tapi sudah masuk ranah dugaan penyalahgunaan wewenang dan bahkan pidana," tegas Dr. Herman. Ia mendesak agar audit forensik dan investigasi mendalam dilakukan untuk mengungkap jaringan penyelewengan ini. Tanpa penegakan hukum yang kuat dan pengawasan yang ketat, masalah kelangkaan solar ini akan terus berulang dan merugikan masyarakat.

M. Hasanuddin
M. Hasanuddin

Hadin adalah reporter berpengalaman di berita hukum dan politik.

Loading...
Read another articles ...