Karhutla di Kalimantan Barat: Siklus Tahunan yang Tak Berujung
Pengamat kritik keras Pemda Kalbar atasi Karhutla yang berulang tiap tahun. Penegakan hukum lemah, solusi minim, koordinasi buruk.

PONTIANAK, Musim kemarau tiba, dan ancaman kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) kembali menghantui Kalimantan Barat. Ironisnya, fenomena ini sudah jadi "agenda tahunan" bagi masyarakat, namun pemerintah daerah (Pemda) diyakini belum juga menunjukkan langkah konkret yang terukur untuk mengatasinya.
Kritikan keras datang dari Pengamat Hukum dan Kebijakan Publik Kalbar, Dr. Herman Hofi Mumawar. Ia menyoroti minimnya keseriusan Pemda dalam menanggulangi Karhutla yang seharusnya sudah bisa diprediksi. "Karhutla ini seperti agenda tahunan yang sudah diprediksi, tapi anehnya tidak ada upaya konkret dari Pemda untuk mengatasi atau minimal meminimalisir persoalan ini. Di masyarakat malah jadi candaan, seolah Karhutla itu proyek tahunan," ujar Dr. Herman pada Jumat, 23 Mei 2025.
Karhutla, menurut Dr. Herman, bukan hanya merusak lingkungan dan kesehatan, tapi juga punya dampak ekonomi serta menarik perhatian dunia internasional, termasuk negara tetangga. Salah satu poin utamanya adalah lemahnya penegakan hukum. Meski aturan larangan membakar lahan sudah ada, penerapannya di lapangan masih sangat longgar, membuat pelaku, baik individu maupun korporasi, seakan kebal hukum.
"Penegakan hukum harus memberikan efek jera. Saat ini, banyak pelaku usaha yang masih menggunakan metode bakar karena dianggap paling murah dan cepat," tegasnya.
Dr. Herman juga menambahkan bahwa masih minimnya alternatif bagi masyarakat untuk membuka lahan tanpa bakar. Petani seringkali terpaksa membakar karena alasan ekonomi, sementara dukungan dari Pemda untuk solusi non-bakar terbilang sangat terbatas.
Masalah ini makin parah dengan keterbatasan anggaran, sumber daya manusia, dan peralatan di tingkat kabupaten. Ditambah lagi, koordinasi antar berbagai pihak, mulai dari Pemda, perusahaan, hingga masyarakat, juga dinilai lemah. "Koordinasi yang buruk menyebabkan respons terhadap titik api sering terlambat. Ditambah lagi, lahan gambut yang dominan di Kalbar sangat sulit dipadamkan jika sudah terbakar. Ini masalah serius," ungkapnya.
Edukasi dan pemberdayaan masyarakat juga jadi sorotan Dr. Herman. Ia merasa edukasi yang ada belum maksimal dan perlu dibarengi insentif agar masyarakat mau beralih dari praktik membakar lahan.
Untuk memutus rantai Karhutla yang berulang ini, Dr. Herman mendorong Pemda agar berani bertransformasi dari sekadar siaga menjadi aksi nyata. Beberapa langkah konkret yang ia sarankan meliputi:
Penegakan hukum tanpa pandang bulu, termasuk pada korporasi, dengan sanksi yang tegas dan konsisten.
Memaksimalkan regulasi yang sudah ada, seperti UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan dan UU No. 32 Tahun 2009 tentang PPLH, sebagai dasar penegakan hukum dan pertanggungjawaban pidana.
Pemberdayaan ekonomi non-bakar, dengan menyediakan alat dan metode alternatif untuk petani.
Peningkatan anggaran, untuk pengadaan alat modern, pelatihan SDM, dan operasional posko di tingkat kecamatan.
Penguatan koordinasi, dengan membangun platform sinergi lintas sektor, melibatkan TNI, Polri, perusahaan, dan masyarakat.
"Pemda harus bergerak dari retorika ke aksi. Regulasi sudah ada, tinggal bagaimana kemauan dan keseriusan mengeksekusinya di lapangan," tutup Dr. Herman.

Hadin adalah reporter berpengalaman di berita hukum dan politik.